![]() |
Riki Irfan ST MSi, |
Riki Irfan ST MSi, merupakan lulusan sarjana teknik ITB, magister Sains UI dan telah mengikuti berbagai kursus ilmu kebumian di dalam dan diluar negeri. Saat ini berstatus sebagai Dosen di Universitas Islam al-Ihya Kuningan (UNISA) dan Konsultan ahli Ilmu kebumian spesialist energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Riki telah menulis beberapa buku mengenai ilmu kebumian dan termasuk buku mengenai mitigasi bencana alam.
Pada kesempatan ini, penulis akan membahas mengenai musim hujan dan upaya memitigasi bencana tanah longsor yang kerapkali terjadi saat musim hujan. Penulis mencoba merangkum dari pengetahuannya sebagai ahli ilmu kebumian serta dari berbagai sumber lain yang ada.
Definisi Musim Hujan
Indonesia hanya memiliki dua musim yang berkaitan dengan kondisi cuaca, yaitu musim hujan (musim basah) dan musim kemarau (musim kering). Musim hujan atau dikenal juga musim basah adalah kondisi yang ditandai dengan meningkatnya curah hujan yang turun di suatu daerah dibandingkan kondisi biasanya dan kondisi peningkatan hujannya terjadi dalam jangka waktu tertentu secara tetap. Ahli meteorologi, menyebutkan bahwa suatu wilayah dikatakan telah memasuki musim hujan jika curah hujan dalam satu dasarian sama atau lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya. Sudah lumrah terjadi bahwa permulaan musim hujan bisa saja terjadi lebih awal, sama atau lebih lambat daripada normalnya (yaitu periode awal rata-rata dari periode 30 tahunan yang ditetapkan).
Di daerah tropis seperti Indonesia, kondisi musim hujan itu bergantian dengan musim kemarau.
Musim hujan di Indonesia biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan April. Namun tentu bisa bergeser jika terjadi perubahan alam seperti perubahan angin. Pemanasan global akibat perkembangan industri, perkotaan dan kegiatan manusia yang mempengaruhi alam lingkungan telah mengakibatkan perubahan pola hujan di seluruh dunia, termasuk kondisi hujan di timur Amerika Utara, Jazirah arab dan kondisi suasana kering di wilayah tropis yang biasanya mendapatkan curah hujan yang cukup. Musim hujan di Indonesia sendiri disebabkan oleh adanya Angin Muson Barat yang berasal dari benua Asia yang bertekanan lebih tinggi menuju ke benua Australia yang bertekanan rendah.
Di daerah pegunungan, hujan deras bisa terjadi jika aliran atas lembah meningkat di sisi atas angin permukaan pada ketinggian yang memaksa udara lembap mengembun dan jatuh sebagai hujan di sepanjang sisi pegunungan. Hujan adalah komponen utama dalam siklus air dan penyedia utama air tawar di Bumi. Curah hujan rata-rata tahunan global adalah 990 milimetres (39 in). Jumlah curah hujan dihitung secara aktif oleh radar cuaca dan secara pasif oleh satelit cuaca. Selain istilah curah hujan, ada pula istilah Intensitas hujan yaitu banyaknya curah hujan dalam satuan waktu tertentu. Apabila intensitasnya tinggi berarti hujan lebat, dan intensitas juga dapat menjadi dasar dalam memperkirakan dampak hujan seperti banjir, longsor dan efeknya terhadap makhluk hidup.
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada daerah tertentu dalam waktu tertentu. Curah Hujan juga dapat dikatakan sebagai air hujan yang terkumpul di tempat datar yang tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir setelah hujan turun. Hujan terbentuk dari kumpulan penguapan uap air (dalam bentuk awan) yang jika mencapai titik jenuh akan jatuh turun ke permukaan bumi. Berdasarkan besarnya curah hujan, kondisi hujan terbagi menjadi:
Normal (85% – 115% dari rata-rata catatan 30 tahun)
Atas Normal (lebih dari 115% dari rata-rata catatan 30 tahun)
Bawah Normal (kurang dari 85% dari rata-rata catatan 30 tahun).
Dengan kondisi pembangunan yang sangat pesat seperti saat ini, kondisi perubahan cuaca dan iklim menjadi suatu yang lumrah terjadi karena terjadinya perubahan kondisi atmosfer bumi yang erat kaitannya dengan perubahan kondisi suhu di muka bumi. Semua perbuatan manusia merubah kondisi alam lingkungan, misalnya pembukaan lahan hutan menjadi perumahan /villa atau pertanian/perkebunan pada akhirnya akan memberikan dampak pada lingkungan dan kepada manusia itu sendiri, apakah itu dampak positif ataupun dampak negatif. Oleh sebab itu, marilah kita bersama menjaga kelestarian lingkungan alam disekitar kita, agar alam senantiasa memberikan berkah dan kebaikannya bagi kehidupan manusia, tentu sembari kita juga mengambil manfaat dari alam baik energi, bahan baku atau keindahan alam itu.
Definisi Tanah Longsor
Tanah longsor adalah kejadian perpindahan material (batuan, bahan rombakan, tanah atau campuran bahan bahan tersbebut) yang bergerak ke bawah atau keluar dari lereng. Tanah longsor terjadi dikarenakan terganggunya keseimbangan pada lapisan tanah sehingga tanah menjadi labil dan mudah untuk bergeser. Perpindahan materialnya biasanya bersifat tiba tiba, namun dapat juga secara perlahan.
Pada saat musim hujan tiba, sebagian air hujan meresap kedalam tanah tak terkecuali pada lereng bukit yang memiliki kemiringan tertentu. Air yang masuk ke dalam tanah menjadi faktor terbesar pemicu terjadinya longsor karena berperan sebagai pemberat dan pelicin area gelincir. Air hujan yang meresap mengisi pori pori tanah, menyebabkan kondisi lapisan tanah tersebut menjadi semakin berat. Apabila air terus masuk hingga menembus zona kedap air (zona impermeable) yaitu pada umumnya berupa lapisan lempung yang dengan sifat alamiahnya maka berperan sebagai bidang gelincir, maka lapisan tersebut akan menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya yang telah penuh terisi air (dengan bobot yang berat) akan bergerak mengikuti slop lereng dan bahkan keluar lereng baik secara cepat atau perlahan, kejadian inilah yang dinamakan sebagai tanah longsor atau pergerakan tanah.
Terdapat beberapa parameter penyebab atau pemicu kejadian tanah longsor, antara lain: kemiringan lereng, curah hujan, tekstur tanah, regolith tanah, sesar serta kepadatan penduduk (bangunan diatasnya). Semakin tinggi kandungan liat maka semakin meningkat potensi longsornya apabila air hujan masuk pada lapisan tersebut.
Para ahli geologi membedakan kejadian longsor menjadi beberapa jenis, yaitu:
Longsoran translasi
Longsoran rotasi
Pergerakan blok (translasi blok batu)
Runtuhan Batu
Rayapan Tanah
Aliran bahan rombakan terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya.
Mitigasi Bencana Tanah Longsor.
Langkah mitigasi bencana longsor secara umum terdiri dari dua bagian (Kusumasari, 2014), yaitu:
Mitigasi struktural, yaitu usaha pengurangan risiko yang dilakukan melalui pembangunan atau perubahan lingkungan fisik melalui penerapan solusi teknis yang dirancang oleh tim ahli. Upaya ini mencakup ketahanan konstruksi, langkah langkah pengaturan, dan kode bangunan, relokasi, modifikasi struktur, konstruksi tempat tinggal masyarakat, konstruksi pembatas atau sistem pendeteksi, modifikasi fisik, sistem pemulihan, dan penanggulangan infrastruktur untuk keselamatan hidup.
Mitigasi non struktural, dengan segala upaya untuk mengurangi kemungkinan atau konsekuensi risiko melalui modifikasi proses-proses perilaku manusia atau kondisi alam, tanpa membutuhkan penggunaan teknologi struktur yang dirancang.
Pembuatan Regulasi dan kebijakan yang tepat
Mengatur dan menegakkan aturan IMB
Mengatur dan menegakkan aturan tata kota
Program pendidikan dan Peningkatan kesadaran masyarakat
Memberikan penyuluhan kepada Masyarakat mengenai bahaya longsor dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat memicu terjadinya bencana longsor.
Modifikasi fisik non struktural
Melarang Memotong Tebing Secara Tegak Lurus
modifikasi perilaku masyarakat
Melarang Mendirikan Rumah di Bawah Tebing atau sekitar tebing
Melarang Mendirikan Bangunan Di Sekitar Sungai
Melarang Membuat Kolam atau Sawah di Atas Lereng
Pengendalian lingkungan.
Melarang dan mencegah penebangan Pohon di Lereng Perbukitan atau Pegunungan.
Melarang dan mencegah kegiatan penambangan ilegal
identifikasi daerah yang berpotensi rawan longsor yang terdiri dari faktor alami dan faktor manajemen. Faktor alami dengan mencatat kondisi biofisik lahan yang berpengaruh terjadinya longsor, antara lain: hujan harian kumulatif, kemiringan lereng, keberadaan sesar, kedalaman regolit.
analisis biofisik dan kimia tanah, yaitu: kemiringan lereng > 45%, tekstur tanah liat yang kembang-kerut (vertic), bobot isi tanah yang tinggi > 1,2 g/cm3, kemasaman rendah < 5,5, lahan kurang subur/tandus.
Demikianlah, artikel sederhana ini saya buat agar menjadi pengetahuan dasar bagi yang membaca, agar kita peduli dengan lingkungan sekitar dan dapat memitigasi terhadap semua resiko bencana lingkungan yang mungkin terjadi akibat kelalaian atau ketidak tahuan kita. Akhir kata, sebagai seorang pendidik, saya mengajak dan menghimbau agar semua aktivitas kita dalam memanfaatkan alam untuk kemajuan bangsa, tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan memberikan sebesar besarnya kemaslahatan bagi masyarakat sekitar.
Daftar Pustaka:
Ernes D Werner, Hugh P.(2010). Friedman. Landslides: Causes, Types and Effects. Nova Science Publishers.
Irfan, Riki (2018), Selayang pandang alam sekitar dan mitigasi bencana alam, Langit Arbitter.
Kusumasari, Bevaola. (2014). Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal. Yogyakarta: Gava Media.
Michael Allaby. (2004). Weather. Dorling Kindersley Limited.
Schuster, R.L. & Krizek, R.J. (1978). Landslides: Analysis and Control. Washington, D.C.: National Academy of Sciences.